News Update :
Home » » Lapangan Perjuangan, ataukah Lapangan Kehidupan?

Lapangan Perjuangan, ataukah Lapangan Kehidupan?

Penulis : Unknown on Senin, 02 Juni 2014 | 05.48

Apa yang kita mau? Lapangan perjuangan, ataukah lapangan kehidupan? Banyak orang mengejar kehidupan, dan mereka berkata, “Bagaimana kita hidup, sedangkan mencari sesuap nasi saja belum bisa. Mau berjuang, apa yang akan dijadikan untuk berjuang?” Ini salah. Ada sebuah Hadits Qudsi menerangkan, bahwa Allah berkata kepada hamba-Nya: “Wahai hamba- Ku, mengapa engkau tidak memberi-Ku makan, sedangkan Aku memberimu makan?” Hamba itu menjawab, “Bagaimana aku memberi-Mu makan, sedangkan Engkau Rabbul ‘alamin?” Allah menjawab: “Bukan itu. Kamu memberi makan orang-orang yang tak bisa makan, itu berarti kamu telah memberi-Ku makan.”
Allah bertanya kembali, “Mengapa kamu tidak mendoakan-Ku, sedangkan Aku selalu mendoakanmu?” Hamba itu menjawab, “Ya Allah, Engkau Maha segalanya, bagaimana aku mendoakan-Mu? Apa arti doaku bagi-Mu?” Allah menimpali, “Kamu mendoakan orang-orang yang perlu kamu doakan, itu berarti kamu telah berdoa untuk-Ku.”
Maka dari itu, mari bertasbih ketika kita mendapat kemenangan dan pertolongan dari Allah: Hadza min fadhli Rabbi liyabluwani a’asykuru am akfuru. [Ini adalah dari karunia Rabb-ku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau kufur terhadap nikmat-Nya. Kalimat ini diucapkan Nabi Sulaiman atas segala kemegahan nikmat duniawi yang dilimpahkan kepadanya –pen.]. Disinilah letak keharusan kita untuk bersyukur atas segala nikmat Allah. Karena itu berarti kita bersyukur untuk diri kita sendiri.
Kembali kepada lapangan perjuangan dan lapangan penghidupan [nafkah –pen.]. Kalau kita bergelut dengan lapangan perjuangan, maka lapangan perjuangan itulah yang akan menghidupi kita. Yang memberikan kita jalan untuk penghidupan adalah lapangan perjuangan. Jangan dibalik, bahwa di balik lapangan penghidupan kita akan ada jalan menuju lapangan perjuangan. Mengapa? Sebab, in tanshurullah yanshurkum [jika kalian menolong (agama) Allah, maka Dia akan menolong kalian]. Tapi kalau kita berjuang hanya demi memperjuangkan diri sendiri, apalah arti diri kita dan perjuangan kita? Tak akan berarti apa-apa tentunya.
Manusia, terutama generasi muda terkadang tak sabar. Ketika melihat seseorang berhasil, kemudian dibarengi bisikan setan, ia akan segera ingin menjadi seperti orang itu. Lalu mulai bergejolak dalam hatinya: “Kapan…kapan?” Orang seperti ini akan mudah hancur, karena memang belum waktunya dia memperoleh apa yang ia inginkan. Ibarat anak kecil yang belum bisa mengendarai motor, lantas diberi motor, ia pun akan hancur.
Begitulah jika kita kerap merasa enak. Karena keenakan itulah orang justru menemui kehancuran. Dengan keenakan, orang tidak lagi sempat berpikir tentang lapangan perjuangan dan nasib orang lain. Yang ia pikirkan hanya keenakan diri sendiri. Sama halnya seperti ketika kita diangkat menjadi kiai di Sumatera atau Banyuwangi, namun kita belum kuat. Tentu kita akan lekas hancur.
Disinilah letak keharusan kita untuk tegar dalam mengarungi lautan kehidupan. Ketegaran dapat dimiliki dengan jalan membiasakan diri untuk noto batin, menata hati. Kita harus latihan menata hati sehingga hati akan tertata dan terbiasa. Karena membiasakan hati dalam ketegaran yang prima itu, perlu. (Majalah Gontor, edisi bulan Juni 2008/Jumadil Awal 1429 H).
Nasehat seperti di atas sangat perlu dihayati, khususnya oleh aktivis-aktivis Islam yang terjun dalam lapangan amal Islami. Memang, tidak semua orang terjun membangun pesantren. Tetapi nilai-nilai spiritual yang dipegang dalam perjuangan itu, tidak jauh berbeda.
Saya mendengar pandangan menarik dari seorang ustadz Gontor. Kata beliau, perjuangan kita harus mencapai tingkat mujahadah, sehingga kemudian kita layak mendapat pertolongan. Mujahadah itu semacam totalitas pengorbanan dan keikhlasan dalam berjuang. Jika belum mencapai maqam mujahadah, belum dekat kepada pertolongan Allah. Laa haula wa laa quwwata illa billah.


Share this article :

Posting Komentar

 
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Copyright © 2011. Majalah Al-Qolam . All Rights Reserved.
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger